Anak laki-laki itu menangis. Aliran air mengalir bak sungai kecil di pipinya. Ratna tak jua menggubrisnya. Tampilan warna-warni dari laptopnya jauh lebih menawan baginya. Tangisan anaknya, Leon, terdengar semakin kencang.
Ratna menggerutu. " Dasar anak tak tahu diuntung." Hardiknya."Kenapa selalu menangis setiap ingin sesuatu? Tidak bisakah, kau pakai mulutmu itu untuk bicara?" bentak Ratna pada
Leon anaknya.
Bagi Ratna, Leon adalah musibah baginya. Meskipun terlahir dari rahimnya, entah kenapa rasa sayangnya tak juga muncul.
Kehadiran Leon memang terjadi secara kebetulan. Sama sekali tak direncanakan. Setelah menikah dengan Doni, Ratna merasa dia harus memperjuangkan nasibnya sendiri, akibat Doni yang mengalami deperesi berat, sehingga harus dirawat di RSJ. Tak lama setelah mereka menikah, usaha Doni yang pada awalnya lancar, mendadak gulung tikar karena tertipu. Sementara Ratna yang bekerja di dunia desain grafis, sudah terlanjur berhenti dari pekerjaannya.
Saat badai mengamuk di tengah kapal perkawinan mereka yang seumur jagung, Leon hadir. Ratna yang harus berjuang sendiri menghidupi dirinya dan membiayai pengobatan Doni, benar-benar tidak siap untuk hamil. Namun rasa itu dikalahkan oleh tanggung jawab dan ketakutan akan dosa. Itulah sebabnya Ratna memilih tetap mempertahankan kehamilannya, meski dia sendiri merasa tak mampu untuk menjadi orang tua.
Ratna berdiri dari depan laptopnya. Leon berhenti menangis. Tiba-tiba dari hidungnya keluar darah. Leon kejang-kejang. Ratna panik. Tiba-tiba ada rasa cemas yang luar biasa di dirinya. Leon belum pernah kejang-kejang seperti itu. Paling hanya mimisan. Ratna berlari keluar rumah, meminta pertolongan tetangga untuk membawa Leon ke RS.
Sampai di RS, ternyata Leon sudah tak sadarkan diri. Tubuhnya yang kecil, dipenuhi berbagai selang. Beberapa jarum kecil ditusukkan ke tubuh kurusnya. Ratna menatap dari balik kaca. Entah perasaan apa yang dia rasakan. Yang jelas dia merasa tubuhnya seperti melayang, tak menginjak tanah. Sementara itu di ruang IGD, dokter berjuang menyelamatkan Leon. Namun makhluk kecil itu rupanya lebih disayang Tuhan daripada oleh ibunya sendiri. Tuhan memilih untuk mengambilnya lagi.
Ratna berdiri terpaku di depan jasad Leon, dia merasa tak menginjak bumi. Hanya kerabat dan tetangga yang kelihatan bersimpati. Namun Ratna tak merasakan apapun. Dia merasa hilang. Bahkan tak mampu bersedih. Terpaku. Hanya satu pertanyaan di kepalanya" Benarkah aku ibumu? Aku bahkan seperti tak menyadari Kau ada, sampai Kau kini menghilang. Benarkah aku ibumu, meskipun kau lahir dari rahimku?"
Ratna menggerutu. " Dasar anak tak tahu diuntung." Hardiknya."Kenapa selalu menangis setiap ingin sesuatu? Tidak bisakah, kau pakai mulutmu itu untuk bicara?" bentak Ratna pada
Leon anaknya.
Bagi Ratna, Leon adalah musibah baginya. Meskipun terlahir dari rahimnya, entah kenapa rasa sayangnya tak juga muncul.
Kehadiran Leon memang terjadi secara kebetulan. Sama sekali tak direncanakan. Setelah menikah dengan Doni, Ratna merasa dia harus memperjuangkan nasibnya sendiri, akibat Doni yang mengalami deperesi berat, sehingga harus dirawat di RSJ. Tak lama setelah mereka menikah, usaha Doni yang pada awalnya lancar, mendadak gulung tikar karena tertipu. Sementara Ratna yang bekerja di dunia desain grafis, sudah terlanjur berhenti dari pekerjaannya.
Saat badai mengamuk di tengah kapal perkawinan mereka yang seumur jagung, Leon hadir. Ratna yang harus berjuang sendiri menghidupi dirinya dan membiayai pengobatan Doni, benar-benar tidak siap untuk hamil. Namun rasa itu dikalahkan oleh tanggung jawab dan ketakutan akan dosa. Itulah sebabnya Ratna memilih tetap mempertahankan kehamilannya, meski dia sendiri merasa tak mampu untuk menjadi orang tua.
Ratna berdiri dari depan laptopnya. Leon berhenti menangis. Tiba-tiba dari hidungnya keluar darah. Leon kejang-kejang. Ratna panik. Tiba-tiba ada rasa cemas yang luar biasa di dirinya. Leon belum pernah kejang-kejang seperti itu. Paling hanya mimisan. Ratna berlari keluar rumah, meminta pertolongan tetangga untuk membawa Leon ke RS.
Sampai di RS, ternyata Leon sudah tak sadarkan diri. Tubuhnya yang kecil, dipenuhi berbagai selang. Beberapa jarum kecil ditusukkan ke tubuh kurusnya. Ratna menatap dari balik kaca. Entah perasaan apa yang dia rasakan. Yang jelas dia merasa tubuhnya seperti melayang, tak menginjak tanah. Sementara itu di ruang IGD, dokter berjuang menyelamatkan Leon. Namun makhluk kecil itu rupanya lebih disayang Tuhan daripada oleh ibunya sendiri. Tuhan memilih untuk mengambilnya lagi.
Ratna berdiri terpaku di depan jasad Leon, dia merasa tak menginjak bumi. Hanya kerabat dan tetangga yang kelihatan bersimpati. Namun Ratna tak merasakan apapun. Dia merasa hilang. Bahkan tak mampu bersedih. Terpaku. Hanya satu pertanyaan di kepalanya" Benarkah aku ibumu? Aku bahkan seperti tak menyadari Kau ada, sampai Kau kini menghilang. Benarkah aku ibumu, meskipun kau lahir dari rahimku?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar